GENGGONG – Almarhum Al-arif Billah K.H. Hasan Saifouridzall memang dilahirkan di Pesantren Zainul Hasan Genggong, Kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo. Namun, kiai yang semasa kecil dipanggil Non Ahsan itu harus hidup di luar Genggong ketika usianya masih muda. Karenanya, pahit getirnya kehidupan sempat dialaminya.
Bahkan, untuk menyambung kehidupan, Non Ahsan sempat menjadi pedagang asongan. Putra K.H. Moh. Hasan dan Nyai Hj. Aminah itu, berjualan kerupuk, es, dan aneka makanan lainnya di terminal dan naik turun bus. Usaha ini dilakukan Non Ahsan untuk membantu Nyai Hj. Aminah dalam mencari nafkah.
Semua itu diungkapkan K.H. Moh. Hasan Saiful Islam dalam haul ke-25 K.H. Hasan Saifouridzall, Sabtu, (3/9/2016). Haul yang digelar di Pesantren Zainul Hasan Genggong, itu dihadiri ribuan jamaah dari berbagai penjuru tanah air. Mulai pukul 08.00 WIB, haul diawali dengan pembacaan salawat yang dipandu oleh grup hadrah Al-Hasanain. Dilanjutkan, pembacaan tahlil dan biografi mendiang K.H. Hasan Saifouridzall.
Dari saking banyaknya jamaah, halaman Pesantren Zainul Hasan Genggong seakan berubah menjadi lautan manusia. Jamaah muslimin menempati masjid dan halaman pesantren sisi utara sampai aula pesantren. Sedangkan, jamaah muslimat menempati halaman pesantren sisi selatan sampai gedung At-Takhriliyah, halaman SMP putri, sampai gerbang utama pesantren. Bahkan, ada sebagian jamaah yang harus rela berdiri berjam-jam karena tak kebagaian tempat duduk.
Di tengah-tengah ribuah jamaah, hadir juga sejumlah pengasuh Pesantren Zainul Hasan Genggong. Di antaranya, K.H. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, K.H. Moh. Hasan Abdil Bar, K.H. Moh. Hasan Saiful Islam, K.H. Hasan Ainul Yakin, K.H. Moh. Hasan Zidni Ilma, K.H. Hasan Naufal, dan sejumlah ashabul bait lainnya.
Dalam sambutannya, K.H. Moh. Hasan Saiful Islam banyak menceritakan karomah almarhum K.H. Hasan Saifouridzall. Menurutnya, sejak kecil Non Ahsan tinggal bersama Nyai Hj. Aminah di Kota Probolinggo. Itu, karena K.H. Moh. Hasan dengan Nyai Hj. Aminah bercerai. Sehingga, Non Ahsan dibawa sang bunda. Namun, K.H. Moh. Hasan tetap mengirimkan nafkah untuk Non Ahsan.
Setelah bercerai dengan K.H. Moh. Hasan, Nyai Hj. Aminah menikah kembali dan memiliki tiga anak. Sebagai saudara tertua, Non Ahsan merasa terpanggil untuk membantu Nyai Hj. Aminah mencari nafkah guna menghidupi adik-adiknya.
“Karena, Kiai Hasan Saifouridzall yang tertua, beliau merasa bertanggung jawab untuk membantu ibunya mencari nafkah. Beliau berjualan kerupuk, es, dan sebagainya di terminal dan naik turun bus,” ujar K.H. Moh. Hasan Saiful Islam.
K.H. Moh. Hasan Saiful Islam mengatakan, menginjak remaja, K.H. Hasan Saifouridzall kembali ke Genggong. Almarhum merupakan teladan yang istiqamah. Beliau, tidak pernah meninggalkan sholat wajib berjamaah, salat sunah dluha berjamaah, dan wiridan. Menurutnya, ini diungkapkan langsung oleh K.H. Hasan Saifouridzall dalam sebuah perpisahan dengan santri.
“Kalian harus rajin salat berjamaah. Saya sendiri, tidak pernah meninggalkan salat berjamaah sejak usia 12 tahun dan salat duha tidak pernah lowong sejak usia 15 tahun,” ujar Kiai Saiful Islam menirukan pesan K.H. Hasan Saifouridzall.
Selain istiqomah, K.H. Hasan Saifouridzall juga kiai yang penuh dengan karomah. Salah satu karomahnya, pernah diceritakan ketika K.H. Hasan Saifouridzall menghadiri undangan pengajian di Jember. Di sela-sela ceramah, beliau mengaku telah meninggal dunia pada Senin sebelum pengajian.
Kala itu, malaikat mencabut nyawa beliau secara berlahan-lahan dari bagian kaki sampai dengkul. Lalu, dari bagian paha sampai perut. Setelah itu, K.H. Hasan Saifouridzall teringat dengan keinginannya yang ingin meninggal pada Jumat. Saat itulah, malaikat mengurungkan niatnya mencabut nyawanya. “Dokumentasi kaset pengajian di Jember ini sekarang ada di Gus Nungung (K.H. Moh. Hasan Ainul Yaqin),” ujar Kiai Saiful Islam.
Setelah Nyai Hj. Himami Hafshawaty meninggal dunia pada 1990, beliau pernah mengatakan kepada putra-putranya juga ingin meninggal. Bahkan, K.H. Hasan Saifouridzall sering memberikan isyarah tentang kewafatannya.
“Usia saya sudah 63 tahun, kalau sama dengan usia Rasulullah, maka nyawa saya akan segera dicabut,” ujar K.H. Moh. Hasan Saiful Islam menirukan dawuh K.H. Hasan Saifouridzall.
Ternyata, K.H. Hasan Saifouridzall benar-benar meninggal pada Jumat di tahun 1991. “Beliau wafat di rumah di Surabaya dengan kondisi tersenyum,” ujar K.H. Moh. Saiful Islam yang juga putra K.H. Hasan Saifouridzall ini. (mfd/san)