Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) tak hanya dilakukan oleh mereka yang tinggal di pesantren. Sejumlah 252 warga binaan Rumah Tahanan (Rutan) Klas IIB Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, juga melakukannya. Kemarin, mereka menggelar apel yang seluruh petugasnya merupakan warga binaan.
Mulai protokol atau pembawa acara apel, pembaca UUD 1945 sampai pemimpin apel, semuanya diperankan oleh warga binaan. Meski digelar di ruang tertutup, apel yang dimulai pukul 08.30 WIB itu berjalan khidmat. “Semua petugasnya diperankan oleh warga binaan. Selain itu, juga dihadiri oleh para habaib dan ulama,” ujar Kasubsi Pengelolaan Rutan Kraksaan, Sugeng Bahrul Hairudin, kemarin.
Menurut Sugeng, apel ini bertujuan ikut memperingati HSN. Sebab, sudah lama banyak warga menyebut Rutan Kraksaan sebagai pondok. Di samping itu, juga mengenang perjuangan para ulama dan warga Nahdlatul Ulama (NU) yang melahirkan resolusi jihad. “Warga yang menyebut Rutan Kraksaan sebagai pondok, bukan kami. Tapi, santrinya di sini tua-tua,” ujar Sugeng, tersenyum.
Dalam apel ini pihak Rutan mengundang Pengasuh Pesantren Zainul Hasan Genggong, Kecamatan Pajarakan, Non Moh. Harris sebagai Pembina apel. Dalam pesannya, Non Harris banyak bercerita tentang lahirnya resolusi jihat NU. “Tanpa adanya resolusi jihan NU, tidak akan ada 10 November,” ujarnya.
Non Harris mengatakan, pertama dalam sejarah HSN digelar di Rutan. Alasannya, di Rutan Klas IIB ini, sudah lama berdiri Pondok Darut Taubah yang didalamnya layaknya pesantren pada umumnya. Seperti, adanya kajian kitab tafsir Alquran, kajian fiqih, hadis, pembelajaran Alquran, salat, dan pelajaran keagamaan lainnya. “Selama ini mereka kami anggap santri. Adanya HSN di Rutan ini juga mendapat support penuh dari kemenkum HAM,” ujarnya. (*)