BEDUG Subuh sudah ditabuh. Hari itu ribuan santri Pesantren Zainul Hasan Genggong, Kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo, melaksanakan puasa sunah Rajab. Meski hanya puasa sunah, namun bagi santri pesantren asuhan K.H. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, ini wajib. Karenanya, ribuan santri yang ngangsu kaweruh di pesantren yang kini telah berusia sekitar 178 ini dipastilan kompak menahan haus dan lapar mulai bedug Subuh sampai bedug Maghrib.
Namun, dari ribuan santri itu ada saja yang melanggar. Ada saja cara dan alasan agar mereka tak perlu menjalankan kewajiban “lokal” berpuasa sunah Rajab. Hari itu ada empat santri nekat melanggar. Sejatinya tak ada niatan untuk melanggar. Tapi, apa daya iman mereka kalah kuat dengan nasi tabegh kiriman salah satu orang tua mereka. Bungkusan nasi tabegh itupun mereka buka di sebuah kamar dan mereka nikmati.
“Lha, ini santri disuruh puasa, pengurusnya tidak puasa.” Suara itu membuyarkan asyiknya pesta siang keempat santri senior ini. Asyiknya menikmati punelnya nasi bungkus meski hanya dengan lauk seadanya keempat santri yang juga pengurus pesantren ini buyar.
Seketika mulut mereka menganga. Bahkan, mereka tak mampu mengunyah nasi yang sudah masuk mulutnya. Mereka kaget dan malu. Apalagi, suara ini tak asing bagi mereka. Seketika, sesosok pria jangkung dengan kumis tebal berdiri di antara empat santri yang masih belum sadar dari kagetnya ini.
Itulah Gus Dudung yang memergoki keempat santri tidak puasa sunah Rajab. Gus Dudung begitulah pemilik nama lengkap Moh. Baiduri Faishal itu biasa disapa. “Lha, ayo teruskan makan. Ada sambelnya, biasanya kalau nasi kiriman (tabegh) itu yang enak sambelnya,” lanjut Gus Dudung.
“Ada Gus, monggo dahar Gus,” ujar salah seorang santri berusaha mencairkan suasana.
“Mana sambelnya? Waduh sambelnya sudah tinggal sedikit. Lanjutkan dah makannya, saya masih mau ngajar,” ujar Gus Dudung yang tak menunjukkan marah sedikitpun meski melihat empat santri ini melanggar.
Gus Dudung melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi. Sekeluar dari kamar mandi, Gus Dudung kembali berhenti di antara empat santri ini. “Sudah makannya? Ya, yang wajib puasa kan santri, kalian kan pengurus. Tapi, pengurus itu santri juga ya…,” ujar Gus Dudung sambil tersenyum. “Saya Gus,” ujar satu dari empat satri itu.
“Saya masih mau ngajar, kalau kiriman lagi, sambelnya yang banyak. Karena yang nikmat itu sambelnya. Sambel bajak goreng,” ujarnya. “Assalamu’alaikum,” lanjutnya sambil berlalu.
Kini, pria yang sangat peduli dengan dunia pendidikan itu sudah menghadap Sang Pemilik Kehidupan. Sabtu (11/11/2017), menjadi hari terakhir Gus Dudung berkumpul bersama keluarga dan para santri. Beliau telah dipanggil Allah SWT., dengan keadaan yang sangat mulia sujud salat ashar. Selamat jalan Gus, jasamu pasti akan selalu kami kenang. (*)