Pertautan Hati Dua Kekasih Allah

Tidak ada komentar Share:
KH Moh Hasan Genggong

Dikisahkan, terdapat seorang ulama bernama Habib Abdul Qadir bin Quthban Assegaf, seorang alim yang sangat gemar bersilaturrahim. Kegemarannya bersilaturahim bukan hanya terbatas di wilayah Hadramaut, Yaman saja. Tapi juga sampai mancanegara, bahkan ke pulau Jawa Indonesia.

Hingga suatu saat, ia berkesempatan silaturahim ke daerah Probolinggo, tepatnya di pesantren yang kala itu masih diasuh oleh KH Mohammad Hasan Sepuh Genggong.

Kedatangannya disambut dengan ramah oleh tuan rumah. Lalu terjadilah percakapan antara keduanya. Hingga pada akhirnya Kiai Hasan menanyakan tentang kabar seorang ulama dari Yaman.

“Habib, bagaimana kabarnya Habib Ali Habsyi Seiwun (muallif simtuddurar)?” tanya Kiai Hasan.

Agak terkejut, Habib Abdul Qadir, mendengar pertanyaan tersebut. Sebab ia tahu, Kiai Hasan belum pernah pergi ke Yaman, dan Habib Ali pun sama belum pernah pergi ke Indonesia.

Belum habis rasa terkejutnya, kembali ia mendapat pertanyaan dari Kiai Hasan: “Habib Ali Al Habsyi Seiwun itu kulitnya seperti ini … (menyebutkan), wajahnya begini… (menyebutkan), kalau duduk seperti ini… (disebutkan), jalannya seperti ini… (disebutkan), di kediaman Habib Ali rumahnya seperti ini… (menyebutkan), di depannya ada masjid bernama Masjid Riyadh dan tiangnya ada… (menyebutkan),” papar Kiai Hasan, seolah ia pernah berjumpa langsung dan berkunjung ke kediaman Habib Ali.

Lalu setelah cukup berbincang-bincang, tak lama kemudian, Habib Abdul Qadir bin Qithban pun berpamitan pulang. Sekembalinya dari tanah Jawa ke Yaman. Habib Abdul Qadir bin Quthban mengunjungi kota Seiwun, untuk bertemu dengan Habib Ali Al Habsyi.

Ketika sudah sampai di kediaman Habib Ali Habsyi dan berhadapan dengan beliau, di tengah-tengah perbincangan, Habib Ali Al Habsyi bertanya. “Wahai Sayyid Abdul Qadir, apakah di Jawa engkau bertemu dengan seorang syekh bernama Hasan Jawi?” tanya Habib Ali.

Lalu Habib Ali Al Habsyi berkata: “Syekh Hasan itu kulitnya seperti ini… (menyebutkan), wajahnya seperti ini… (menyebutkan), duduknya begini… (mencontohkan), jalannya seperti ini… (menceritakan), dan di rumahnya begini… (menjelaskan)”.

Hingga Habib Abdul Qadir takjub dengan detailnya penjelasan Habib Ali tentang Kiai Hasan seolah keduanya adalah sahabat karib yang akrab. Padahal Habib Ali tidak pernah ke Indonesia. Begitulah, para kekasih Allah, mereka meski tidak pernah bertemu secara lahir, tapi pertautan batin mereka sangatlah erat.

Tahun berganti tahun, Habib Ali dan Kiai Hasan telah tiada. Hingga, ketika diadakan peringatan Haul ke-105 Habib Ali Habsyi Seiwun di Kota Solo, salah satu dari cucu Kiai Hasan Sepuh Genggong sowan ke Habib Anis, cucu dari Habib Ali.

Saat Habib Anis tahu bahwa yang sowan adalah cucu Kiai Hasan Genggong. Habib Anis tersenyum sambil berkata. “Kakekku dan kakekmu mempunyai ta’aluq batin”.

Kisah ini berdasarkan penuturan Habib Muhammad, dari ayahnya Habib Husein, dari ayahnya Habib Anis bin Alwi bin Ali Al-Habsyi. Lahumul al-fatihah.

Sumber: www.nu.or.id

4.2/5 - (17 votes)
Previous Article

Kiai Hasan Genggong, Kiai Spiritual Berdirinya NU

Next Article

Hataman Al Quran Berjamaah untuk Kiai Hasan Sepuh

Artikel Lainnya

Tinggalkan Balasan