GENGGONG – Umat islam disekitar Pesantren Zainul Hasan Genggong Desa Karangbong, Kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo, melaksanakan shalat idul fitri di Masjid Jami’ Al-Barokah Genggong. Ahad (25/06/2017) pukul 07:05 WIB. KH Moh Hasan Abdil Bar bertindak sebagai imam, sementara Non Hassan Ahsan Malik sebagai khatib.
Tidak hanya masyarakat sekitar pesantren saja yang ikut shalat ied, tapi juga banyak dari kalangan simpatisan dan alumni pesantren setempat yang ikut shalat ied di sana. Shaf pertama dan kedua di isi oleh keluarga besar pesantren, sementara jamaah putri shalat di aula pesantren.
Seluruh jamaah khusuk menyimak bacaan khatib. Kegiatan shalat berlangsung sekitar 30 menit atau berakhir pukul 07.35 WIB. Dan dilanjut bersalam-salaman kepada ashabul bait pesantren yang berjajar di depan shaf pertama.
Tampak para jamaah berdesak-desakan untuk menembus kerumunan jamaah lainnya yang juga berharap bisa segera bersalaman pada para kiai. “Akhirnya bisa bersalaman juga dengan beliau, meski harus bersusah payah,” aku Fauzan, salah satu alumni.
Dalam ceramahnya, KH Moh Hasan Saiful Islam mewakili seluruh keluarga besar pesantren memohon maaf pada para jamaah. Menurut beliau manusia tidak lepas dari dua hal yang berkaitan dengan Allah dan Manusia. “Manusia itu tidak terlepas dari hablum minallah wa hablum minannas,” jelasnya.
Kiai Saiful Islam memberikan contoh hablum minallah seperti kegiatan ibadah termasuk puasa di bulan Ramadhan dan shalat ied ini. “Saat ini kita melaksanakan perayaan hari raya idul fitri 1438 H,” ungkapnya.
Sementara hablum minannas beliau mencontohkan seperti yang biasa dilakukan oleh para ulama Ahlussunnah wal Jamaah An-nahdliyah yang menitik beratkan pada sikap tasamuh, tawazun, i’tidal dan tawassuth seperti yang Rasulullah ajarkan dalam kehidupan sehari-hari. “Beliau dalam urusan sosial selalu toleransi. Tapi kalau hukum syariat tidak ada toleransi,” tegas kiai Saiful Islam.
Sikap Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari banyak dicontoh umat islam utamanya para ulama, seperti hadratus Syekh KH Hasyim Asyari dan tokoh-tokoh NU lainnya dalam berdakwah. “Itu jadi tolok ukur NU saat ini dalam bingkai NKRI,” ungkapnya.
Beliau juga menegaskan agar kita tidak hanya menghargai umat se agama. Namun juga pada warga yang beda agama. “Selaku umatnya, tidak boleh menghina gereja-gereja di sekitar kita, apa lagi menghancurkan, tentu sangat tidak boleh,” jelasnya.
Bahkan Kiai Saiful Islam melarang para jamaah mencemooh orang yang melakukan kesalahan. Tapi ada cara yang lebih lembut menurut beliau untuk menegurnya. “Kalau ada pemimpin kita yang salah, tindakan kita harus beri peringatan secara halus, tertulis atau berdua dan tidak boleh disinggung di hadapan orang banyak.” pungkasnya. (mfd/arz)