GENGGONG – Banyak cara dilakukan para siswa SMA sederajat di Kabupaten Probolinggo dalam merayakan kelulusannya. Mulai dari cara kuno dengan corat-coret seragam, sampai cara mulia bagi-bagi sembako dan ziarah makam para waliyullah. Seperti dilakukan ratusan santri di bawah naungan Yayasan Hafshawaty Genggong.
Pasca dinyatakan lulus, ratusan siswa dari tiga lembaga tingkat SMA di bawah naungan Yayasan Hafsawaty Genggong, Kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo, mengadakan ziarah bersama, Rabu-Kamis (11-12/5/2016). Sebanyak sembilan bus pariwisata disiapkan untuk mengantarkan para asatidz dan siswa-siswi dari SMA Unggulan, MA Model, dan SMK Haf-Sa.
Sembilan bus itu, dipilah menjadi dua rombongan. Empat bus untuk siswa dan lima bus untuk siswi. Sesuai instruksi Kepala Pondok Hafshawaty Ning Hj. Hasanatut Daraini, dalam tiap bus berisi santri dan guru dari tiga lembaga tersebut. “Satu bus untuk tiga lembaga, biar tidak cemburu sosial dan bisa saling mengenal sesama santri dan asatidz-nya. Juga bisa saling berkoordinasi antara tiga lembaga, tidak jalan sendiri-sendiri,” pesannya.
Sebelum berangkat, rombongan menggelar istighotsah di astah K.H. Moh. Hasan Genggong. Sekitar pukul 22.00 WIB, rombongan berangkat menuju tiga makam para wali. Di antaranya, makam sunan Ampel, Surabaya; astah K.H. Moh. Holil, Bangkalan, Madura; dan Bujuk Batu Ampar, Pamekasan, Madura.
Ning Hj. Hasanat Daraini dan suaminya, Gus Abid Umar juga hadir di astah Kiai Holil Bangkalan. Beliau berdua menyusul rombongan ziarah menggunakan mobil pribadi. Namun, tidak melanjutkan ziarahnya ke Pamekasan karena sibuk dengan persiapan acara Anshor NU di Genggong.
Kepala Biro Pendidikan Pesantren Zainul Hasan, Ustad Dr. Azis Wahab, M. Ag., yang turut mendampingi rombongan ziarah ini menilai, acara seperti ini sangat penting bagi santri. Terutama, bagi yang akan lulus sekolah. Mereka bisa mengambil banyak pelajaran dari kisah-kisah perjuangan para wali yang diziarahi.
Aziz menambahkan, ziarah ini merupakan wisata religi yang akan selalu dikenang para santri saat sudah keluar dari pesantren. “Hal seperti ini yang akan mereka selalu ingat. Sehingga, mereka ingat identitas dirinya,” ujarnya, saat ditemui di sela-sela makan siangnya di Bangkalan.//(Mfd)