Wajib Syukuri Lahirnya Hari Santri

Tidak ada komentar Share:
KH. Hasan Mutawakkil Alallah Memimpin Apel Hari Santri Nasional
KH. Hasan Mutawakkil Alallah Memimpin Apel Hari Santri Nasional
KH. Hasan Mutawakkil Alallah Memimpin Apel Hari Santri Nasional di P5 Pesantren Zainul Hasan Genggong
KH. Hasan Mutawakkil Alallah Memimpin Apel Hari Santri Nasional di P5 Pesantren Zainul Hasan Genggong

GENGGONG – Ribuan santri, guru, dan shohibul bait Pesantren Zainul Hasan Genggong, Kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo, mengikuti pelaksanaan apel Hari Santri Nasional yang ditetapkan 22 Oktober 2015 atau 9 Muharam 1437 Hijriah. Layaknya santri, semua peserta apel yang digelar di halaman P5 Pesantren Zainul Hasan Genggong, itu memakai sarung dan baju putih.

Mereka berjajar rapi sesuai lembaga masing-masing. Para santri yang berasal dari lembaga Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi itu, terlihat antusias mengikuti apel Hari Santri Nasional kali pertama ini. Bahkan, untuk menghormati perayaan Hari Santri Nasional, usai apel semua santri yang akan kembali masuk sekolah diharuskan memakai sarung.

Apel sendiri dilaksanakan pukul 07.30 WIB, para guru dan semua santri membaur dengan peserta apel. Pembina apel dipimpin langsung oleh K.H. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, S.H., M.M. Dalam apel ini juga dibacakan naskah resolusi jihad oleh K.H. Moh. Hasan Naufal dan dilanjutkan pembacaan ikrar santri oleh K.H. Hassan Ahsan Malik.

Kiai Mutawakkil menyampaikan, dengan ditetapkannya 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional, komunitas pesantren telah mengukir sejarah emas. Di mana, pemerintah mengakui secara resmi peran komunitas santri, para ulama, dan kiai dalam membela dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia (RI).

Pengasuh Pesantren Zainul Hasan Genggong, ini mengatakan, setelah menunggu sekian lama, akhirnya jasa dan perjuangan para santri, ulama, kiai, dan pahlawan komunitas pesantren diakui juga dalam membela kehormatan dan kemerdekaan RI. “Karenanya, ini wajib kita syukuri sekaligus menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada presiden yang telah menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional yang merupakan lahirnya fatwa perjuangan atau resolusi jihad,” ungkapnya.

“Tentunya, kita beharap agar jiwa jihad ini tetap melekat pada santri, baik yang masih mondok atau yang sudah pulang kampung. Tapi, bukan jihad dengan mengangkat senjata melawan penjajah, bagi yang masih di pesantren, jihad dalam artian mujahadah untuk meningkatkan intelektualitas, tanpa mengenyampingkan spiritualitas, mempunyai ahklakul karimah, bertekad membangun negeri dengan tetap mempunyai karakter dan identitas santri. Sebagai santri harus tetap mempunyai jiwa jihad, jihad untuk mengentas kemiskinan agar rakyat kita hidup dalam kesejahteraan,” lanjut kiai yang juga ketua umum PW NU Jawa Timur ini.

Seperti biasa, kiai yang terkenal dengan ciri khas pantun ini, menutup amanat apel Hari Santri Nasional dengan dua pantun: “Ke Pasar Turi mencari makan, warungnya bersih tampak asri. Hari santri telah diresmikan, terima kasih bapak jokowi,”

“Ikan sepat, ikan teri, dan wader jadi satu dalam masakan. Resolusi jihad, santri, dan 10 November, jadi satu dalam ikatan,” ujar Kiai Mutawakkil. (Hsn/Yex/Rud)

4.2/5 - (5 votes)
Previous Article

22 Raja dan Sultan Berkunjung ke Ponpes Genggong

Next Article

Lailatul Qiroah Ke-9, Kiai Mutawakkil Launching Buku Berjudul “Cerdas Spiritual dengan Metode Ikrar Berkarakter Aswaja”

Artikel Lainnya

Tinggalkan Balasan