Genggong- Haul Alm. KH. Hasan Saifourridzall yang ke-24 di halaman Pesantren Zainul Hasan Genggong, Selasa (15/09). Acara tahunan ini dihadiri sejumlah ulama, tokoh masyarakat, alumni dan simpatisan Pesantren embah wali ini. Mereka semua hadir untuk mengharap siraman barokah dari shohibul haul.
KH. Moh. Hasan Saiful Islam dalam sambutannya, menceritakan manaqib/biografi abah-nya- KH. Hasan Saifourridzall- beliau di masa kecilnya dikenal dengan panggilan Non Ahsan. Di usianya yang belum genap 1 tahun, Umi dan Abahnya bercerai. Beliau diasuh oleh uminya di Probolinggo, di usia 3 tahun beliau diminta kyai sepuh untuk menetap di Genggong, namun tidak mendapat ijin dari uminya.
Kyai Hasan kala itu tidak memaksanya, beliau hanya ber-dawoh kalau penerusnya kelak di Pesantren Genggong adalah KH. Hasan Saifourridzall. “Yang akan melanjutkan Pesantren ini adalah Ahsan”. Pada tahun 1940 Non Ahsan menetap di Genggong dan diasuh oleh Nyai War. “Beliau adalah sosok yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk nasyrul ilim (menyebar ilmu), dakwah dan rajin ibadah serta istiqomah,” jelas KH. Hasan Saiful Islam.
“Aktivitas KH. Hasan Saifouridzall ba’da shalat Magrib mengajar santri mengaji, di lanjut shalat Isya’, lalu mengajar santri sesuai lembaga pendidikan masing-masing dari ibtidaiyah, tsanawiyah sampai tingkat aliyah, selepas itu baru menghadiri pengajian di desa-desa sekitar jam 22:30 wib sampai di dalem (kediaman kyai, red) jam setengah dua dini hari beliau istirahat,” kenang Non Bing, sapaan KH. Hasan Saiful Islam.
“Pada jam 03:00 wib dini hari, beliau membangunkan para santri dan masyarakat dengan pengeras suara untuk shalat tahajjud, lalu beliau shalat subuh berjamaah, selesai shalat Subuh beliau mengajar di pondok puteri, dilanjut shalat Dluha, lalu mengajar di lembaga formal,” lanjutnya.
KH. Hasan Saiful Islam menyerukan agar semua umat manusia berguru agar tidak sesat, beliau mengutip dawoh gurunya, Sayyid Muhammad bin Alawy Al-Maliky, Mekkah Al-Mukarromah. “Barang Siapa Tidak Memiliki Guru, Maka Gurunya Adalah Setan”.
Menurut beliau, era kini nilai ke-ta’dziman santri pada kyainya sudah mulai memudar dibandingkan jaman dulu, yang selalu datang untuk memohonkan do’a barokah di setiap hajad hidupnya. “Santri dulu kalau mau bertani saja suwan terlebihdahulu ke kyainya, begitu juga saat panen,” jelasnya.
Kyai Saifullah, salah satu sesepuh alumni Genggong, sekaligus saksi sejarah hidup kyai Moh. Hasan dan kyai Hasan Saifourridzall, beliau di sela-sela sambutan Non Bing, membenarkan apa yang di-dawuh-kan tentang keistiqomahan KH. Hasan Saifurridzall.
Non Bing menghimbau para santri agar selalu menjaga silsilah syuyukhiyah guru-gurunya karena kelak di akhirat seorang guru akan mencari muridnya sebagaimana keterangan dalam kitab tafsir Qurthubi. “Jika hubungan santri dengan gurunya terputus, maka akan terputus sampai Rosulullah, dan manusia kelak akan di kumpulkan bersama orang yang dicintainya,” jelasnya.
Beliau juga menghimbau agar lebih teliti dan hati-hati dalam mencari ilmu via media internet. “Jangan berguru pada embah Google dan embah You Tube karena dikhawatirkan tidak jelas silsilah keilmuannya,” pungkasnya. [] mfd/shl/fin