Biografi KH. Mohammad Hasan Genggong
KH. Moh. Hasan Genggong
KH. Moh. Hasan Genggong

A. Biografi Pengasuh.( PERIODE KE II DARI TAHUN 1865 SAMPAI TAHUN 1952 )

  1. Nama Pembina : KH. Mohammad Hasan (nama kecil Ahsan bin Syamsudin).
  2. Tempat dan tanggal lahir : Sentong, Krejengan, Probolinggo-Jatim 27 Rojab 1259H./bertepatan Th. 1840 M.
  1. Pendidikan :
    1. Pondok Pesantren Sentong dibawah asuhan KH. Syamsuddin, hubungan keluarga paman Almarhum KH. Mohammad Hasan dimulai sejak kecil sampai usia 14 tahun.
    2. Pondok Pesantren Sukonsari, Pojentrek-Pasuruan Asuhan KH. Mohammad Tamin.
    3. Pondok Pesantren Bangkalan selama 3 tahun asuhan KH. Mohammad Cholil di Pesantren ini menggembleng diri serta memperdalam semua Ilmu Agama.
    4. Menunaikan ibadah Haji sekaligus belajar dan memperdalam Ilmu Agama selama 3 tahun di Mekkah Al Mukarramah.
  2. Guru-Guru Almarhum:
    • Indonesia :
      1. KH. Syamsuddin, KH. Rofi’i Sentong Kraksaan.
      2. KH. Mohammad Tamin Sukonsari Pasuruan.
      3. KH. Moh. Cholil Bangkalan.
      4. KH. Jazuli Madura.
      5. Syekh Nahcrowi sepanjang Surabaya.
      6. Syekh Chotib Bangkalan Madura.
      7. Syekh Maksum Sentong Kraksaan.
    • Saudi Arabia :
      1. KH. Moh. Nawawi Bin Umar Banten Mekkah.
      2. Kyai Marzuki Mataram Mekkah.
      3. Kyai Mukri Sundah Mekkah.
      4. Sayyid Bakri bin Sayyid Moh. Syatho Al Misri.
      5. Habib Husaian bin Muhammad bin Husain Al Habsyi Mekkah.
  3. Sahabat-sahabat Al Marhum KH. Moh. Hasan semua kanak-kanak serta sahabat-sahabat semasa di perantauan Sukunsari, Bangkalan dan Mekkah adalah cukup banyak. Selain KH. Rofi’i Sentong yang merupakan saudara dan sahabat beliau yang paling akrab, juga beliau-beliau dibawah ini :
    1. KH. Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.
    2. KH. Nawawi Sidogiri Pasuruan.
    3. KH. Nachrowi Belindungan Bondowoso.
    4. KH. Abd. Aziz Kebunsari kulon Probolingggo.
    5. KH. Syamsul Arifin Sukorejo Situbondo.
    6. KH. Sholeh Pesantren Banyuwangi.
    7. KH. Sa’id Poncogati Bondowoso.
    8. Kyai Dahlan Sukunsari Pasuruan.
    9. Kyai Abd. Rahman Godangan Sidoarjo
    10. Habib Alwie Besuki.
  4. Para Habib yang lebih dekat dengan beliau adalah :
    1. Habib Hasyim Al Habsyi Kraksaan.
    2. Habib Abdullah Al Habsyi Pemalang.
    3. Habib Sholeh bin Abdullah Al Habsyi Pasuruan.
    4. Habib Hasan bin Umar Al Habsyi Kraksaan.
    5. Habib Ahmad bin Alwie Al Habsyi Kraksaan.
    6. Habib Sholeh Al Hamid Tanggul Jember.
    7. Habib Husain bin Hadi Al Hamid.
    8. Habib Sholeh bin Muhammad Al Muhdar Lumajang.
    9. Habib Abu Bakar Al Muhdar Lumajang.
    10. Habib Muhammad Al Muhdar Bondowoso.
    11. Habib Salim bin Jindan Jakarta.
  5. Hasil Karya Berupa kitab-kitab untuk kepentingan santri : Beliau menyediakan waktu untuk membuat karangan-karangan, yang berhasil diinventariser oleh Ahlil Bait antara lain :
    1. Aqidatul Tauhid Fie Ilmu Tauhid
    2. Nadlam Safienah Fiel Fighi
    3. Al Hadts ‘Ala Tartibil Akhrufi Hija-iyah
    4. Khutbatun Nikah
    5. Khutbah Jum’at
    6. Asy Syi’ru Bil Lughotil Manduriyyah
  6. Amaliyah sehari-hari:
    1. Kebiasaan bangun malam, telah menjadi kebiasaan sejak beliau menjadi santri dan kesempatan ini dimanfaatkan untuk melakukan solatullail antara lain Sholat Tahajut, Sholat Hajat. Kebiasaan ini dilaksanakan secara istiqomah setiap hari sampai menjelang waktu shubuh.
    2. Sejak tekun menuntut ilmu di pondok, kezuhudan dan kekhusyu’an sudah terlihat dalam diri beliau, dengan demikian dirasakan kenikmatan TUHAN sesuai dengan ayat “Sungguh Berbahagialah orang-orang yang beriman (Yaitu) mereka yang khusyuk didalam sholatnya”. Ayat ini benar diresapi oleh beliau sekaligus mendo’akan para santri beliau utamanya para putra-putra dan cucu-cucu beliau didalam menegakkan Agama Islam di negara kita tercinta Indonesia. Komunikasi dengan anggota masyarakat untuk mengembangkan Ajaran Islam, hubungan kekeluargaan telah dijalin dengan baik sehingga masyarakat dengan Pesantren Zainul Hasan dapat menyatu, meskipun beliau telah sepuh setiap ada kematian diperlukan hadir begitu pula pengajian dan undangan walimah diutamakan hadir.
  7. Kegiatan Mengajar. Kegiatan mengajar di pondok dilaksanakan oleh Al Marhum sebagai pertanggung jawab terhadap para wali santri yang telah menitipkan putranya di pondok, amanat ini dilaksanakan oleh Al Marhum secara tekun dan bersungguh-sungguh dengan pengaturan waktu sebagai berikut :
    1. Setiap ba’da shubuh dimulai jam 05.30 dan berakhir 07.30
    2. Setiap ba’da ashar sampai menjelang maghrib
    3. Setiap ba’da Isya’ sampai larut malam
  8. Komunikasi dengan Lingkungan. Komunikasi ini sebagai kelanjutan dari Al Marhum KH. Zainul Abidin sebagai realisasi dari usaha menyatukan pesantren dengan anggota masyarakat, sekaligus berkomunikasi tersebut dapat menampung aspirasi dari orang tua santri, masyarakat, sehingga dengan informasi-informasi ini dapat dijadikan landasan untuk mengembangkan pesantren ke arah sistem pendidikan dan pengajaran yang lebih baik, komunikasi dengan masyarakat luas diatur sebagai berikut :
    1. Waktu pagi mulai ba’da subuh sampai jam 08.00 mengaji ilmu fiqih, sesudah jam 08.00 sampai menjelang dzuhur dipergunakan untuk memenuhi tamu yang datang dari dalam/luar daerah/memenuhi hajat seseorang yang baikdalam/luar daerah sepeti walimah, rapat pengajian, kunjungan kekeluargaan,/silaturrahmi baik dengan famili, keluafga dekat, atau sahabat-sahabat beliau.
    2. Selepas sholat dzuhur dipergunakan untuk menyempatkan tidur sebentar (Qoilula), sesudah ashar beliau mengajar tafsir
    3. Waktu sesudah maghrib sampai menjelang waktu Isya’ dipergunakan untuk keperluan santri yang berhajar sowan, mohon ijin atau hajar lainnya yang menyangkut masalah Tholabul ‘Ilmi/Masa’il-masa’il yang sulit dipecahkan para santri
    4. Mengajar Al Qur’an dan ilmu alat seperti Nahwu, Sharraf, Balghah dll. Sesudah Isya’ kadang-kadang beliau mengadakan da’wah  keagamaan melalui rapat-rapat pengajian baik yang diadakan oleh perorangan atau organisasi Jam’iyah Nahdlatul Ulama’, dalam rangka pembangunan mental agama di lingkungan masyarakat tanpa mengenal lelah, kapan dan dimana saja.
  9. Al Marhum dan perjuangan Bangsa.
    1. MASA PENJAJAHAN BELANDA.
      Pada zaman penjajahan Belanda, Al Marhum selamanya bersikap non cooperation (Uzlah) dengan pihak pemerintah India-Belanda. Oleh karenanya, segala unsur yang berbau penjajah ditolak dan dilarang oleh Al Marhum. Betapapun kondisi fisik Al Marhum pada saat-saat memuncaknya angkara penjajah, nampak lemah karena usia, namun Al Marhum juga sempat menghadiri rapat-rapat akbar di pelosok-pelosok tanpa mengenal payah. Al Marhum sebagai rakyat dari bangsa suatu Negara, tidak pernah absen dalam perjuangan mengusir penjajah dari bumi tercinta.

      Didalam Tabligh-tabligh beliau pidato-pidatonya menanamkan rasa kebangsaan yang kuat serta menanamkan keyakinan Iman Islam dan Ikhsan dengan suara Ayat Al Qur’an Hadits Nabi Muhammad saw. Di dalam ikut sertanya Al Marhum merintis Kemerdekaan Negara kita tercinta ini.
    2. MASA PENJAJAHAN JEPANG
      Pada saat musim paceklik tengah melanda masyarakat, khususnya di daerah sekitar pondok genggong ditambah lagi keganasan serdadu jepang mengumbar nafsu merampasi kekayaan yang ada pada masyarakat. Peristiwa yang cukup rumit ini,menyebabkan penderitaan kekurangan pangan terhadap penduduk di sekitar Genggong.

      Tuhan Maha Pengasih dan Maha penyayang.Dan kasih sayang Tuhan yang di salurkannya lewat Almarhum. Sebab tidak jauh dari kediaman Almarhum telah diketemukannya sejenis tumbuhan yang berbentuk bulat-bulat di sawah yang dinamakan ANGGUR BUMI. Buah anggur bumi inilah yang akhirnya menjadi pelepas haus dan makanan masyarakat. Anehnya, walaupun anggur itu berulangkali di ambil malah bertambah banyak. Karna masyarakat benar-benar merasakan mamfaatnya, maka merekapun bersyukur dan berterimakasih kepada Almarhum.
    3. Masa perang Kemerdekaan.
      Detik-detik kemerdekaan bangsa Indonesia, jauh sebelumnya telah dirasakan oleh Almarhum. Namun Almarhum toh memerintahkan kepada putranya yang bernama K. Nasnawi (wafat), untuk membentuk barisan pejuang dengan nama “ANSHORUDINILLAH”, sebagai barisan untuk memepertahankan Negara Agama. Dan ini benar, sebab tidak lama kemudian pemberontakan di Surabaya meletus. Kemudian timbul inisiatif dari komandan polisi Kraksaan (Bapak Abd. Karim), untuk menjadikan barisan tersebut sebagai pasukan inti digaris depan. Kemudian, berdasarkan hasil musyawarah, nama ANSHODINILLAH itu dirubah menjadi “BARISAN SABILILLAH”.

      Barisan Sabilillah ini kemudian dikirim ke tulangan Sidoarjo antara lainnya di dalamnya terdapat Non Akhsan, Lora Sufyan, dan lain-lain.

      Dalam situasi yang gawat ini, tidak sedikit para pejuang angkatan 45 yang datang kepada Al Marhum untuk memohon do’a restu, demi kejayaan dan keselamatan perjuangan bangsa melawan penjajah yang akan memasuki kembali wilayah bumi tercinta ini.

      Lebih-lebih disaat berkobarnya api perjuangan menghadapi aksi penjajah Belanda dalam class I dan II. Pondok Genggong juga dijadikan sebagai kubu pertahanan gerilyawan- gerilyawan. Disini Al Marhum memberikan gemblengan kepada santri- santrinya memberikan santapan bathin serta mendo’akan bagi gerilyawan- gerilyawan demi keselamatan mereka.

Ayahanda Al Marhum yang bernama Kiyai Syamsuddin bertempat tinggal di desa Sentong Krejengan Probolinggo dan Ibunda Almarhum bernama Hajjah Khadijah, namun masyarakat memanggil beliau dengan Kiyai Miri dan Nyai Miri. Ayah Bunda Almarhum adalah seorang yang Taqwa kepada Allah, taat ibadahnya, sholatnya dan puasanya, ahli shodaqoh baik kepada santri-santrinya maupun pada masyarakat sekitarnya.

Dalam diri almarhum telah nampak adanya kelebihan- kelebihan sejak kecil dari saudara-saudaranya serta kerabat-kerabatnya. Sifat-sifat yang melekat di dalam dada almarhum, tidak terdapat pada diri saudara-saudara dan kawan-kawannya. Sikap sopan, tawadhu’, ramah tamah pada semua pihak, dermawan, cerdas pikirannya, cepat daya tangkap hafalannya serta teguh daya ingatannya, merupakan sifat yang memang dimiliki oleh almarhum sejak kecil lebih-lebih sikap qana’ah (menerima apa adanya).