GENGGONG – Sebanyak 96 siswa SMA Unggulan dinyatakan lulus UNBK. Kabar ini mereka tunggu sejak pagi dan baru diumumkan pada Kamis (03/05/2018) pukul 12:00 WIB di sekolah setempat. Mereka tampak sumringah setelah membuka amplop kelulusan.
Seusai menerima surat kelulusan mereka berkumpul di halaman sekolah untuk mengabadikan momen penting ini. Siswa yang sengaja berseragam khas SMAU ini berfoto bersama.
Siti Fatimah, siswi kelas XII IPA 3 saat ditemui di ruang OSIS mengaku sangat bahagia atas kelulusan ini. Santri berdarah Jambi ini mengatakan momen bahagia ini harus dimaknai dengan positif, salah satunya memberikan seragam sekolah pada fakir miskin. “Semua seragam dan buku teman-teman kita kumpulkan ke sekolah untuk diberikan pada yang membutuhkan,” ungkapnya.
Fatimah menambahkan, tidak jaman corat coret baju dan konvoi di jalanan, karena banyak merugikan. Gadis yang diterima di UIN Walisongo, Semarang ini berharap adik kelasnya pada tahun mendatang lebih berprestasi dari tahun ini. “Harapannya tahun depan adik-adik lebih sukses,” jelasnya.
Achmad Robach, siswa kelas XII IPA 2 kurang setuju jika kelulusan diekspresikan dengan corat coret baju dan konvoi. Dia menilai hal itu akan mengganggu kenyamanan masyarakat. “Itu bikin bising karena knalpotnya brong,” jelasnya.
Santri kelahiran Surabaya ini mengatakan pihak sekolah menerbitkan surat pernyataan larangan corat coret seragam dan konvoi. “Mending disedekahkan bisa jadi amal jariah,” akunya.
Sementara itu, Ustad Drs. Samsul Aripin menegaskan agar siswa tidak terlalu gembira karena mereka masih harus menempuh jenjang yang lebih tinggi yaitu diterima pada PTN favorit yang diidamkan. Pak Samsul menghimbau agar siswa siswi kelas XII mengumpulkan buku dan seragam yang dimiliki pada sekolah untuk disedekahkan pada anak-anak yang membutuhkannya. ”Ini sebagai bentuk kegiatan sosial yang diajarkan pada santri,” jelasnya.
Pak Samsul juga menambahkan, siswa siswi yang lulus ini tidak hanya dibekali ilmu umum saja namun juga ilmu agama dan sosial untuk di perguruan tinggi bahkan di masyarakat. “Itu semua sebagai manivestasi keseimbangan ilmu umum dan agama,” pungkasnya. (mfd)