GENGGONG – Antusiasme kaum muslim tak pernah surut untuk mengikuti Haul Almarhum Al Arif Billah K.H. Muhammad Hasan Genggong. Termasuk, dalam haul ke 62 yang digelar di Masjid Jami’ Al Barokah Pesantren Zainul Hasan Genggong, Rabu (5/7/2017) mulai pukul 08.30 WIB.
Ribuan masyarakat hadir memadati area Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo, Jawa Timur. Di antara ribuan jamaah itu, tampak para pengasuh Pesantren Zainul Hasan Genggong. Di antaranya, K.H. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah; K.H. Moh. Hasan Syaiful Islam; K.H. Moh. Hasan Abdil Bar; K.H. Moh. Hasan Ainul Yaqin; K.H. Moh. Hasan Naufal; K.H. Moh. Hasan Zidni Ilman; dan sejumlah ashabul bait lainnya. Serta, hadir juga Habib Hadi bin Ahmad Assegaf.
Acara dibuka dengan pembacaan Sholawat Nabi yang dibawakan oleh para habaib dan shahibul bait dengan iringan hadrah Al-Hasanain. Para jamaah khidmat mengikuti rangkaian acara sampai penghujung acara sekitar pukul 13.00 WIB.
Dalam sambutannya, K.H. Moh. Hasan Saiful Islam banyak menceritakan keistimewaan-keistimewaan Almarhum Kiai Muhammad Hasan semasa hidupnya. Menurutnya, Kiai Sepuh-sapaan akrab K.H. Muhammad Hasan- sosok panutan di zamannya.
Beliau dilahirkan pada 27 Rajab 1259 Hijriah bertepatan tanggal 23 Agustus 1840 Miladiyah di Desa Sentong, Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo. Tanda-tanda keistimewaan Kiai Sepuh sudah tampak saat masih dalam kandungan ibunya. “Istri Kiai Syamsuddin (Ayahanda Kiai Sepuh) waktu hamil pernah bermimpi menelan bulan. Ini menandakan janinnya kelak akan menjadi orang mulia,” ujar Kiai Saiful Islam.
Kiai Sepuh dilahirkan dari pasangan suami istri Kiai Syamsuddin dan Nyai Khadijah. Kiai Syamsuddin atau yang lebih akrab disapa Kiai Miri merupakan seorang da’i yang sering membacakan sejarah nabi dan para wali.
Suatu ketika, Kiai Miri berdakwa di daerah Desa Condong, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo dan pulang terlalu larut malam. Ketika dalam perjalanan pulang itu, Kiai Miri melihat cahaya dari kejauhan yang memancar dari timur laut. “Ternyata pancaran sinar itu dari rumahnya. Cerita ini menurut Kiai Maksum, Sentong (Desa Sentong, Kecamatan Krejengan),” jelas Kiai Saiful Islam. “ketika Kiai Miri sampai di rumah, Kiai Sepuh sudah lahir,” lanjut Kiai Saiful Islam.
Menurut Kiai Saiful Islam, Kiai Sepuh merupakan salah satu santri angkatan pertama di pesantren milik Kiai Kholil, Bangkalan, Madura. Bahkan, Kiai Sepuh turut membantu Kiai Kholil mendirikan pesantren pada 1860. “Almarhum ikut membantu mendirikan pondoknya Kiai Kholil,” ujarnya.
Pada 1952, Nahdlatul Ulama (NU) keluar dari Partai Masyumi. Padahal, saat itu Masyumi merupakan partai yang mewadahi organisasi massa Islam. Mendapati itu, putra Kiai Sepuh, Kiai Asnawi kecewa terhadap sikap para kiai NU. Karenanya, Kiai Asnawi protes kepada Kiai Sepuh. Bahkan, Kiai Asnawi menyatakan akan keluar dari NU. Namun, dilarang oleh Kiai Sepuh. “Jangan kecewa dan jangan keluar dari NU. NU adalah jamiyah yang diridhoi (Allah),” ujar Kiai Sepuh kepada Kiai Asnawi ditirukan Kiai Saiful Islam.
Menurut Kiai Saiful Islam, cukup banyak keistimewaan dan karomah Kiai Sepuh. Termasuk, ketika beliau meminta seluruh santrinya kembali ke pesantren pada 10 Syawal. Saat itu, pada 1955, Kiai Sepuh meminta santri kembali ke Pesantren Genggong pada 10 Syawal. Padahal, biasanya santri baru kembali ke pesantren setelah liburan Lebaran pada 15 Syawal.
Namun, saat itu Kiai Sepuh meminta santri kembali ke pesantren pada 10 Syawal. Alasannya, menurut Kiai Sepuh, pada 11 Syawal akan ada pengajian besar di Genggong. Karenanya, semua santri kembali pada 10 Syawal. “Ternyata pada 11 Syawal itu Kiai Sepuh wafat. Beliau wafat di tengah-tengah santri yang sudah kembali ke pesantren. Sehingga, hari itu benar-benar ada ngaji besar,” ujar Kiai Saiful Islam. (arz/mfd)
- Tags: #HaulKiaiHasanGenggong